Makalah Permukiman Kumuh dan Upaya Untuk Mengatasinya
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bagi
kota-kota besar di Indonesia, persoalan kemiskinan merupakan masalah
yang serius karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya
kantong-kantong kemiskinan yang kronis dan kemudian menyebabkan lahirnya
berbagai persoalan sosial di luar kontrol atau kemampuan pemerintah
kota untuk menangani dan mengawasinya. Kemiskinan merupakan salah satu
masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam
upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak
kita jumpai permukiman masyarakat miskin di hampir setiap sudut kota
yang disertai dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di
perkotaan. Misalnya yaitu, pendirian rumah maupun kios dagang secara
liar di lahan-lahan pinggir jalan sehingga mengganggu ketertiban lalu
lintas yang akhirnya menimbulkan kemacetan jalanan kota. Masyarakat
miskin di perkotaan itu unik dengan berbagai problematika sosialnya
sehingga perlu mengupas akar masalah dan merumuskan solusi terbaik bagi
kesejahteraan mereka. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah kemauan mereka
untuk menjadi sumber masalah bagi kota namun karena faktor-faktor
ketidakberdayaanlah yang membuat mereka terpaksa menjadi ancaman bagi
eksistensi kota yang mensejahterahkan.
Keluhan
yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin
tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai
bagian kota yang mesti disingkirkan. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering dipandang
potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan
sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan
sumber penyakit sosial lainnya. Karena itulah saya tertarik untuk membahas tentang pemukiman kumuh dan upaya untuk mengatasinya di perkotaan.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian dan karakteristik permukiman kumuh?
2. Bagaimanakah sebab dan proses terbentuknya permukiman kumuh?
3. Apa masalah-masalah yang timbul akibat permukiman kumuh?
4. Bagaimana upaya untuk mengatasi permukiman kumuh?
3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dan karakteristik permukiman kumuh.
2. Untuk mengetahui sebab dan proses terbentuknya permukiman kumuh.
3. Untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul akibat permukiman kumuh.
4. Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi permukiman kumuh.
BAB II
KAJIAN EMPIRIS
1. Pengertian dan Karakteristik Permukiman Kumuh
Permukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat
merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan
dan penghidupan.
Sedangkan
kata “kumuh” menurut kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai
kotor atau cemar. Jadi, bukan padat, rapat becek, bau, reyot, atau tidak
teraturnya, tetapi justru kotornya yang menjadikan sesuatu dapat
dikatakan kumuh.
Menurut
Johan Silas Permukiman Kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang
pertama ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan
kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam
menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan
tinggi merupakan embrio permukiman kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan
yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota
yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh. Yang menjadi penyebabnya
adalah mobilitas sosial ekonomi yang stagnan.
Karakteristik Permukiman Kumuh : (Menurut Johan Silas)
1. Keadaan
rumah pada permukiman kumuh terpaksa dibawah standar, rata-rata 6
m2/orang. Sedangkan fasilitas kekotaan secara langsung tidak terlayani
karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan permukiman
yang ada, maka fasilitas lingkungan tersebut tak sulit mendapatkannya.
2. Permukiman ini secara fisik memberi
3. kan
manfaat pokok, yaitu dekat tempat mencari nafkah (opportunity value)
dan harga rumah juga murah (asas keterjangkauan) baik membeli atau
menyewa. Manfaat permukiman disamping pertimbangan lapangan kerja dan
harga murah adalah kesempatan mendapatkannya atau aksesibilitas
tinggi.Hampir setiap orang tanpa syarat yang bertele-tele pada setiap
saat dan tingkat kemampuan membayar apapun, selalu dapat diterima dan
berdiam di sana, termasuk masyarakat “residu” seperti residivis, WTS dan
lain-lain.
Kriteria Umum Permukiman Kumuh:
1. Mandiri dan produktif dalam banyak aspek, namun terletak pada tempat yang perlu dibenahi.
2. Keadaan fisik hunian minim dan perkembangannya lambat. Meskipun terbatas, namun masih dapat ditingkatkan.
3. Para
penghuni lingkungan permukiman kumuh pada umumnya bermata pencaharian
tidak tetap dalam usaha non formal dengan tingkat pendidikan rendah
4. Pada
umumnya penghuni mengalami kemacetan mobilitas pada tingkat yang paling
bawah, meskipun tidak miskin serta tidak menunggu bantuan pemerintah,
kecuali dibuka peluang untuk mendorong mobilitas tersebut.
5. Ada kemungkinan dilayani oleh berbagai fasilitas kota dalam kesatuan program pembangunan kota pada umumnya.
6. Kehadirannya
perlu dilihat dan diperlukan sebagai bagian sistem kota yang satu,
tetapi tidak semua begitu saja dapat dianggap permanen.
Kriteria Khusus Permukiman Kumuh:
1. Berada di lokasi tidak legal
2. Dengan keadaan fisik yang substandar, penghasilan penghuninya amat rendah (miskin)
3. Tidak dapat dilayani berbagai fasilitas kota
4. Tdak diingini kehadirannya oleh umum, (kecuali yang berkepentingan)
5. Permukiman
kumuh selalu menempati lahan dekat pasar kerja (non formal), ada sistem
angkutan yang memadai dan dapat dimanfaatkan secara umum walau tidak
selalu murah.
2. Sebab dan Proses Terbentuknya Permukiman Kumuh
a. Sebab Terbentuknya Permukiman Kumuh
Dalam
perkembangan suatu kota, sangat erat kaitannya dengan mobilitas
penduduknya. Masyarakat yang mampu, cenderung memilih tempat huniannya
keluar dari pusat kota. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan
cenderung memilih tempat tinggal di pusat kota, khususnya kelompok
masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota. Kelompok
masyarakat inilah yang karena tidak tersedianya fasilitas perumahan yang
terjangkau oleh kantong mereka serta kebutuhan akan akses ke tempat
usaha, menjadi penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di
perkotaan.
Latar
belakang lain yang erat kaitannya dengan tumbuhnya permukiman kumuh
adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena
urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut,
hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk
dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman
baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di
permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota.
b. Proses Terbentuknya Permukiman Kumuh
Dimulai
dengan dibangunnya perumahan oleh sektor non-formal, baik secara
perorangan maupun dibangunkan oleh orang lain. Pada proses pembangunan
oleh sektor non-formal tersebut mengakibatkan munculnya lingkungan
perumahan kumuh, yang padat, tidak teratur dan tidak memiliki prasarana
dan sarana lingkungan yang memenuhi standar teknis dan kesehatan.
3. Masalah-masalah yang Timbul Akibat Permukiman Kumuh
Perumahan
kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dari segi pemerintahan,
pemerintah dianggap dan dipandang tidak cakap dan tidak peduli dalam
menangani pelayanan terhadap masyarakat. Sementara pada dampak sosial,
dimana sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah
dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber
ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial.
Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area.
Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah
perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku
menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
Penduduk di permukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan
yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan (kota)
yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan yang serba marjinal ini
ternyata mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk
penghuninya. Hal ini dapat diketahui dari tatacara kehidupan
sehari-hari, seperti mengemis, berjudi, mencopet dan melakukan berbagai
jenis penipuan. Terjadinya perilaku menyimpang ini karena sulitnya
mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemampuan
yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa impian
yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak sesuai dan
ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka.
Mereka
pada umumnya tidak cukup memiliki kamampuan untuk mendapatkan pekerjaan
yang layak, disebabkan kurangnya keterampilan, tanpa modal usaha,
tempat tinggal tak menentu, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, rendahnya daya adaptasi sosial ekonomi dan pola kehidupan
kota. Kondisi yang serba terlanjur, kekurangan dan semakin
memprihatinkan itu mendorong para pendatang tersebut untuk hidup
seadanya, termasuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
Permukiman kumuh umumnya
di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir
kota, dan disekitar bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk di
daerah-daerah ini cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar
belakang sosial, ekonomi, budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada
penghuni permukiman ini adalah kerja keras mencari nafkah atau hanya
sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari agar tetap bertahan hidup, dan
bahkan tidak sedikit warga setempat yang menjadi pengangguran. Sehingga
tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma sosial dan hukum,
kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan
kurang diperhatikan.
Oleh
karena para pemukim pada umumnya terdiri dari golongan-golongan yang
tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, maka tidak sedikit menjadi
pengangguran, gelandangan, pengemis, yang sangat rentan terhadap
terjadinya perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan, baik antar
penghuni itu sendiri maupun terhadap masyarakat lingkungan sekitanya.
Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara perkembangan
teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia, juga
turut membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan
dari para penghuni pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya
perilaku menyimpang (deviant behaviour) ini juga diperkuat oleh
pola kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri atau
kelompokya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai moral dan
norma-norma sosial dalam masyarakat.
Perilaku
menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada permukiman kumuh adalah
perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial, tradisi dan
kelaziman yang berlaku sebagaimana kehendak sebagian besar anggota
masyarakat. Wujud perilaku menyimpang di permukiman kumuh ini berupa
perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran
di sembarang tempat. Kecuali itu, juga termasuk perbuatan menghindari
pajak, tidak memiliki KTP dan menghindar dari kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan, seperti gotong-royong dan kegiatan sosial lainnya. Bagi
kalangan remaja dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya
berupa mabuk-mabukan, minum obat terlarang, pelacuran, adu ayam,
bercumbu di depan umum, memutar blue film, begadang dan berjoget di
pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi, mencorat-coret
tembok/bangunan fasilitas umum, dan lain-lain. Akibat lebih lanjut
perilaku menyimpang tersebut bisa mengarah kepada tindakan kejahatan
(kriminal) seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan,
pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan
liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya.
Keadaan
seperti itu cenderung menimbulkan masalah-masalah baru yang menyangkut:
(a) masalah persediaan ruang yang semakin terbatas terutama masalah
permukiman untuk golongan ekonomi lemah dan masalah penyediaan lapangan
pekerjaan di daerah perkotaan sebagai salah satu faktor penyebab
timbulnya perilaku menyimpang, (b) masalah adanya kekaburan norma pada
masyarakat migran di perkotaan dan adaptasi penduduk desa di kota, (c)
masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau
ketiadaan norma pada masyarakat migran di perkotaan. Disamping itu juga
pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah
perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan
pemukiman-pemukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi areal
perkotaan tanpa penataan yang berarti.
Masalah
yang terjadi akibat adanya permukiman kumuh ini, khususnya dikota-kota
besar diantaranya wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor, planologi
penertiban bangunan sukar dijalankan, banjir, penyakit menular dan
kebakaran sering melanda permukiman ini. Disisi lain bahwa kehidupan
penghuninya terus merosot baik kesehatannya, maupun sosial kehidupan
mereka yang terus terhimpit jauh dibawah garis kemiskinan (Sri Soewasti Susanto, 1974)
Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah:
- ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni
- rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya kebakaran
- sarana jalan yang sempit dan tidak memadai
- tidak tersedianya jaringan drainase
- kurangnya suplai air bersih
- jaringan listrik yang semrawut
- fasilitas MCK yang tidak memadai
4. Upaya Mengatasi Permukiman Kumuh
Kemiskinan
merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan
perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan
pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan
dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan
kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan
peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan
perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.
Cara Mengatasi Permukiman Kumuh:
1. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.
2. Program
uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar
lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan
rumah susun yang memenuhi syarat.
Bentuk Bentuk Peremajaan Kota Di Indonesia:
1. Perbaikan lingkungan permukiman.
Disini kekuatan pemerintah/public investment sangat dominan, atau sebagai faktor tunggal pembangunan kota.
2. Pembangunan rumah susun sebagai pemecahan lingkungan kumuh.
3. Peremajaan
yang bersifat progresif oleh kekuatan sektor swasta seperti munculnya
super blok (merupakan fenomena yang menimbulkan banyak kritik dalam
aspek sosial yaitu penggusuran, kurang adanya integrasi jaringan dan
aktifitas trafik yang sering menciptakan problem diluar super blok).
Faktor tunggalnya adalah pihak swasta besar.
Pemerintah juga telah membentuk institusi yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Tugas
Pokok dan Fungsi Bappenas diuraikan sesuai dengan Keputusan Presiden
Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2002 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, tugas pokok dan fungsi tersebut tercermin dalam
struktur organisasi, proses pelaksanaan perencanaan pembangunan
nasional, serta komposisi sumber daya manusia dan latar belakang
pendidikannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Bappenas dibantu oleh
Sekretariat Utama, Staf Ahli dan Inspektorat Utama, serta 7 deputi yang
masing-masing membidangi bidang-bidang tertentu.
Yang
di usahakan adalah: perkembangan ekonomi makro, pembangunan ekonomi,
pembangunan prasarana, pembangunan sumber daya manusia, pembangunan
regional dan sumber daya alam, pembangunan hukum, penerangan, politik,
hankam dan administrasi negara, kerja sama luar negeri, pembiayaan dalam
bidang pembangunan, pusat data dan informasi perencanaan pembangunan,
pusat pembinaan pendidikan dan pelatihan perencanaan pembangunan
(pusbindiklatren), program pembangunan nasional(propenas), badan
koordinasi tata ruang nasional, landasan/acuan/dokumen pembangunan
nasional, hubungan eksternal.
BAB III
ANALISIS
Warga
kumuh kerap digusur, tanpa adanya solusi bagi mereka selanjutnya.
Seharusnya, pemerintah bisa mengakomodasi hal ini dengan melakukan
relokasi ke kawasan khusus. Dengan
penyediaan lahan khusus tersebut, pemerintah bisa membangun suatu
kawasan tempat tinggal terpadu berbentuk vertikal (rumah susun) yang
ramah lingkungan untuk disewakan kepada mereka. Namun, pembangunan rusun
tersebut juga harus dilengkapi sarana pendukung lainnya, seperti
sekolah, tempat ibadah, dan pasar yang bisa diakses hanya dengan
berjalan kaki, tanpa harus menggunakan kendaraan.
Bangunan
harus berbentuk vertikal (rusun) agar tidak menghabiskan banyak lahan.
Sisanya, harus disediakan pula lahan untuk ruang terbuka hijau, sehingga
masyarakat tetap menikmati lingkungan yang sehat. Dalam hal ini masyarakat harus turut serta untuk menanam dan memelihara lingkungan hijau tersebut.
Pemerintah
dapat menerapkan program rekayasa sosial, di mana tidak hanya
menyediakan pembangunan secara fisik, tetapi juga penyediaan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat, sehingga mereka dapat belajar survive. Perlu
dukungan penciptaan pekerjaan yang bisa membantu mereka survive,
misalnya dengan pemberdayaan lingkungan setempat yang membantu mereka
untuk mendapatkan penghasilan, sehingga mereka memiliki uang untuk
kebutuhan hidup.
Masyarakat
harus ikut dilibatkan dalam mengatasi permukiman kumuh di perkotaan.
Karena orang yang tinggal di kawasan kumuhlah yang tahu benar apa yang
menjadi masalah, termasuk solusinya. Jika masyarakat dilibatkan, persoalan mengenai permukiman kumuh bisa segera diselesaikan. Melalui
kontribusi masukan dari masyarakat maka akan diketahui secara persis
instrumen dan kebijakan yang paling tepat dan dibutuhkan dalam mengatasi
permukiman kumuh.
Dalam
mengatasi permukiman kumuh tetap harus ada intervensi dari negara,
terutama untuk menilai program yang disampaikan masyarakat sudah sesuai
sasaran atau harus ada perbaikan. Kerja sama Pemerintah dan Swara (KPS)
dalam membenahi kawasan kumuh, terutama dalam hal penyediaan
infrastruktur pendukung dibutuhkan.
Permukiman
kumuh tidak dapat diatasi dengan pembangunan fisik semata-mata tetapi
yang lebih penting mengubah prilaku dan budaya dari masyarakat di
kawasan kumuh.
Jadi masyarakat juga harus menjaga lingkungannya agar tetap bersih,
rapi, tertur dan indah. Sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman,
tertip, dan asri.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Tumbuhnya
permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota
besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak
terkendali. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara
pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan
permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari
alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di
kota.
Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area.
Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah
perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku
menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah: ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni, rumah
yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan
bahaya kebakaran, sarana jalan yang sempit dan tidak memadai, tidak tersedianya jaringan drainase, kurangnya suplai air bersih, jaringan listrik yang semrawut, dan fasilitas MCK yang tidak memadai.
Cara Mengatasi Permukiman Kumuh:
1. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.
2. Program
uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar
lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan
rumah susun yang memenuhi syarat.
2. Saran
Pemerintah
selain memberikan rumah susun juga harus memberikan lapangan pekerjaan
bagi mereka yang belum punya pekerjaan. Dan masyarakat harus selalu
menjaga lingkungannya agar tetap indah, bersih, dan teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Ami-archuek. 2009. Permukiman Kota. (Online), (http://ami- archuek06.blogspot.com, Diakses 23 Desember 2009).
Chyntiawati, deby. 2009. Masalah Sosial Permukiman Kumuh. (Online), (http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/pemukiman-kumuh/, Diakses 23 Desember 2009).
Fitrilubis, Nurul. 2009. Pembangunan Dengan Sistem Partisipasi Masyarakat Sebagai Salah Satu Usaha Untuk Meningkatkan Dan Memperbaiki Kehidupan Masyarakat Permukiman Kumuh. (Online), (http://nurulfitrilubis.wordpress.com/2009/04/18/pembangunan-dengan- sistem- partisipasi-masyarakat-sebagai-salah-satu-usaha-untuk- meningkatkan-dan-memperbaiki-kehidupan-masyarakat-permukiman- kumuh/, Diakss 23 Desember 2009).
Qurow-yun. 2009. Fenomena Masyarakat Miskin Perkotaan. (Online), (http://qurow- yun.blogspot.com/2009/05/fenomena-masyarakat-miskin- perkotaan.html, Diakses 23 Desember 2009).
Rukmana, Deden.2008. Kemiskinan dan Permukiman Kumuh di Perkotaan. (Online), (http://dedenrukmana.wordpress.com/, Diakses 23 Desember 2009).
Tribun-Timur. 8 oktober 2009. Kawasan Kumuh Perkotaan. (Online), (http://www.tribun-timur.com/read/artikel/51720, Diakses 23 desember 2009).
Komentar
Posting Komentar