SUKU PAMONA
Suku Pamona
Suku
Pamona
|
Jumlah populasi
|
Kawasan
dengan konsentrasi signifikan
|
Bahasa Pamona (Bare'e)
|
Sejarah Suku Pamona Di Sulawesi
Ahli etnografi Belanda klasik
seperti Kruyt dan ahli bahasa Adriani menyebut orang Pamona
sebagai orang Toraja Poso-Tojo atau Toraja Bare'e,
dan menggolongkannya sebagai orang Toraja Timur. Nama Pamona
dipakai oleh para peneliti asal Sulawesi Tengah sejak tahun 1970-an sebagai
pengganti sebutan Toraja Poso atau Toraja Bare'e.
Suku bangsa ini mendiami Kabupaten Poso di Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu di
Kecamatan Poso Kota Poso Pesisir, Una-Una, Walea, Lage, Pamona Utara, Pamona
Selatan, Ampana Kota, Ampana Barone, Ulubongka, dan Tojo.
Jumlah populasinya sekitar
125.000 jiwa. sebagian
wilayah Kabupaten Tojo Una-Una, sebagian wilayah Kabupaten Morowali,bahkan
provinsi Sulawesi Selatan yakni di wilayah Luwu Timur, sedangkan sebagian kecil
hidup merantau di berbagai daerah di Indonesia.
Nenek Moyang Suku Pamona Itu sendiri
berasal dari dataran SaluMoge (luwu Timur) yang karena berada di atas gunung
yang jauh dari pusat pemerintahan sehingga mereka di turunkan oleh Macoa
Bawalipu mendekati pusat pemerintahan yaitu di sekitaran wilayah Mangkutana
(luwu Timur). hingga terjadinya pemberontakan DI/TII mereka menyebar smapai ke sulawesi
tengah dan daerah lainnya. Jika di suatu daerah terdapat suku Pamona, biasanya
selalu ada Rukun Poso, yaitu wadah perkumpulan orang-orang sesuku untuk
melakukan sesuatu kegiatan di daerah tersebut.
Kennedy (1935) membagi orang
Pamona (Toraja Timur) ke dalam empat kelompok. Kelompok pertama berdiam
di sekitar Teluk Tomini dan leher jazirah Timur Sulawesi Tengah, terdiri dari
beberapa sub-suku bangsa seperti Orang Lalaeo, Ra'u, Poso, dan Wana. Kelompok
kedua berdiam di sekitar Danau Poso yaitu sub-suku bangsa Pebato, Lage,
Kadambuku, Unda'e, Payapi, Lamusa, Longken, Buyu, Pu'umboto, Wotu dan Bancea.
Kelompok ketiga mendiami bagian lembah Sungai La'a sebelah hulu dan bagian
timur Danau Poso, yaitu sub-suku bangsa Palende, Kalae, Tanandoa, Pada, Pakambia,
dan Pu'umnana. Kelompok keempat adalah mereka yang mendiami bagian hulu Sungai
Kalaena dan bagian selatan Danau Poso, yaitu sub-suku bangsa Lampu, Tawi,
Laiwono dan Lembo.
Agama yang dianut hampir
seluruh anggota suku ini adalah Kristen. Agama Kristen masuk daerah sekitar 100 tahun yang
lalu dan sampai sekarang diterima sebagai agama rakyat. Sekarang semua
gereja-gereja yang sealiran dengan gereja ini bernaung dibawah naungan
organisasi Gereja Kristen Sulawesi Tengah
(GKST) yang berpusat di Tentena, kabupaten Poso, Sulawesi
Tengah. Sebagian besar masyarakat sehari-hari menggunakan bahasa
Pamona (Bare'e) dan bahasa Indonesia dengan gaya bahasa setempat.
Mereka berprofesi sebagai petani, pegawai negeri, pendeta,
wiraswasta,
dan lain-lain
Bahasa Suku Pamona
Ahli
etnolinguistik seperti Adriani mengelompokkan orang Pamona ke
dalam kelompok berbahasa bare'e (ingkar, tidak atau tak). Kemudian bahasa
mereka lebih dikenal sebagai bahasa Pamona.
Mata Pencaharian Suku Pamona
Mata
pencaharian utama masyarakat ini adalah pertanian di ladang tebang bakar dan
berpindah, walaupun sebagian sudah ada pula yang bercocok tanam menetap di
sawah dan kebun. Tanaman utamanya adalah padi, disamping jagung, sayur-mayur
dan palawija. Pada masa sekarang mereka semakin tertarik kepada pertanian
menetap, terutama sejak diperkenalkannya tanaman komoditi seperti cengkeh dan
kopi. Sebagian anggota masyarakatnya masih memiliki mata pencaharian sebagai
peramu hasil hutan dan berburu binatang liar.
Kekerabatan Suku Pamona
Prinsip
hubungan kekerabatan orang Pamona pada dasarnya bilateral.
Pasangan keluarga baru biasanya tinggal di lingkungan rumah pihak isteri,
sampai mereka mempunyai anak pertama dan sudah merasa sanggup untuk berdiri
sendiri.
Agama Dan Kepercayaan Suku Pamona
Pada
masa sekarang orang Pamona sudah memeluk agama Islam atau
Kristen. Sistem kepercayaan asli mereka bersifat animisme dan mempercayai
adanya dewa-dewa (pue) yang mempengaruhi alam dan kehidupan. Tokoh dewa yang
paling mereka segani adalah Pue N'Palaburu, yaitu dewa pencipta alam yang
berdiam di tempat matahari terbit dan terbenam, karena itu juga dikenal sebagai
Dewa Matahari. Tokoh dewa yang sering dimintai pertolongan dalam pengobatan
penyakit karena gangguan roh jahat adalah Pue Ni Songi. Dewa yang sering pula
dihubungi untuk berbagai upacara keagamaan adalah Wurake.
Selain
dewa-dewa, kekuatan adikodrati lain mereka anggap berasal dari roh-roh nenek
moyang. Kekuatan makhluk gaib itu hanya bisa dihubungi dengan perantaraan para
syaman. Roh para leluhur perlu diberi sesajian dalam setiap tahap proses
perputaran lingkaran hidup, serta untuk meminta perlindungan agar jangan
diganggu oleh makhluk jadi-jadian yang disebut tau mepongko.
Sumber : Referensi : Adriani en Kruyt 1912, Kennedy 1935, Kaudern 1937
Sumber : Referensi : Adriani en Kruyt 1912, Kennedy 1935, Kaudern 1937
http://suku-dunia.blogspot.com/2014/11/sejarah-suku-pamona-di-sulawesi.html
Komentar
Posting Komentar